Kutipopini.com – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Bontang, Abdu Safa Muha, menegaskan bahwa seluruh bentuk iuran atau sumbangan dari orang tua murid harus dikelola oleh komite sekolah, bukan paguyuban. Ia menekankan, dalam regulasi pendidikan nasional, tidak ada istilah paguyuban sebagai lembaga resmi pengelola dana di lingkungan sekolah.
“Kalau bahasa pungutan itu sebenarnya lebih tepat disebut iuran. Ada yang bentuknya bantuan atau sumbangan, tapi semua itu harus dikelola oleh komite, bukan oleh guru atau pihak sekolah,” terangnya, Jumat (17/10/2025).
Menurut Abdu, komite sekolah memiliki dasar hukum dan mekanisme resmi dalam mengelola dana sumbangan yang bersifat sukarela serta tidak mengikat. Setiap penerimaan dana juga wajib disertai laporan pertanggungjawaban agar transparansi keuangan tetap terjaga.
“Komite harus punya rekening sendiri agar jelas alur keuangannya. Orang tua yang ingin menyumbang bisa langsung melalui rekening itu, bukan melalui guru atau sekolah,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa masih banyak orang tua yang belum memahami perbedaan antara komite sekolah dan paguyuban kelas. Padahal, secara hukum, hanya komite yang diatur dan diakui secara resmi oleh Kementerian Pendidikan.
“Dalam peraturan tidak ada satu pun klausul yang menyebut paguyuban. Yang benar adalah komite. Jadi nanti ini akan kami tertibkan. Paguyuban itu hanya bagian kecil dari komite, bukan lembaga yang berdiri sendiri,” jelasnya.
Menanggapi temuan di sejumlah sekolah yang masih menetapkan besaran iuran melalui paguyuban, Abdu Safa menegaskan pihaknya akan segera melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap sekolah-sekolah tersebut.
“Kalau ada laporan baru, pasti akan kami tindak lanjuti. Tapi langkah awal, saya akan kumpulkan dulu pihak komite untuk memastikan apakah paguyuban memang mendapat mandat resmi atau tidak,” ujarnya.
Terakhir, ia juga menegaskan bahwa iuran di sekolah tidak boleh bersifat memaksa maupun ditetapkan dengan nominal tertentu. Jika ada pihak yang menentukan nilai dan waktu pembayaran, hal tersebut sudah menyalahi prinsip sukarela sebagaimana diatur dalam regulasi pendidikan.
“Yang namanya iuran itu sifatnya sukarela, tidak boleh dipatok jumlahnya. Jadi kalau paguyuban menentukan nilai tertentu, itu sudah salah arah. Kedepannya, kami berharap tidak ada lagi kesalahpahaman dalam pengelolaan dana pendidikan di sekolah dan seluruh proses pengumpulan iuran diharapkan dapat berjalan transparan, jujur, dan sesuai aturan yang berlaku,” tandasnya. (ADV)






