Kutipopini.com – Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), Mulyono, memaparkan landasan teknokratis di balik lahirnya RAD Strategi Anti Anak Tidak Sekolah (SITISEK) 2025, sebuah dokumen kebijakan yang disusunnya bersama berbagai pihak untuk merespons tingginya angka ATS di daerah.
Dalam laporannya, ia menyebut data Pusdatin Kemendikbudristek per Maret 2025 yang menunjukkan 13.411 anak di Kutim tercatat tidak sekolah angka terbesar di Kalimantan Timur.
Mulyono merinci kondisi tersebut. Yakni, 9.945 anak belum pernah bersekolah, 1.996 anak putus sekolah, dan 1.470 anak tidak melanjutkan ke jenjang lebih tinggi.
“Data ini tidak bisa diabaikan. Ini memaksa kita bergerak,” ungkapnya.
Padahal, lebih dari 20 persen Anggarab Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kutim telah dialokasikan untuk pendidikan dan banyak program unggulan telah berjalan, mulai dari seragam gratis, Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) – Bantuan Operasional Pendidika, Daerah (BOPDA), beasiswa, hingga perbaikan infrastruktur sekolah.
Menurutnya, penyebab ATS bersifat multidimensi, seperti kemiskinan, jarak antarwilayah, pekerja anak, hingga pernikahan dini. Karena itu, SITISEK dirancang secara komprehensif bersama Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Programnya mencakup pendataan by name by address (BNBA), pembentukan tim penanganan ATS, penyediaan kelas jauh dan sekolah terbuka, pendidikan nonformal, beasiswa transportasi, bantuan seragam, hingga pelibatan CSR tambang dan perkebunan.
Selain itu, kampanye perubahan budaya digencarkan untuk mencegah pekerja anak dan pernikahan dini. SITISEK menargetkan penurunan ATS minimal 50 persen dalam tiga tahun. Mulyono melaporkan progres awal sebanyak 2.872 anak telah kembali bersekolah, menyisakan 10.539 ATS, dengan 4.982 data anak yang masih perlu diverifikasi.
“Dengan RAD ini, semua bergerak secara sistematis. Kita ingin memastikan tidak ada lagi anak Kutim yang tercecer dari pendidikan,” tutupnya. (ADV)








