Krisis Kepercayaan Publik: Indonesia di Persimpangan Sejarah

Kenaikan tunjangan DPR adalah penghinaan terbuka terhadap rakyat. Di tengah harga beras yang mencekik dan pekerjaan yang makin sulit, para “wakil rakyat” justru sibuk menggelembungkan isi dompetnya sendiri. Mereka yang seharusnya menjadi corong aspirasi, kini hanya terlihat sebagai kumpulan elit yang hidup di menara gading, jauh dari kenyataan rakyat kecil.

Belum hilang rasa muak itu, publik kembali dibuat panas oleh kasus penabrakan ojol. Lagi-lagi hukum dipertontonkan sebagai panggung ketidakadilan. Jika pelaku orang kecil, hukum bergerak cepat dan keras. Tapi ketika pelakunya punya kuasa atau pengaruh, prosesnya jadi penuh alasan, penuh pertimbangan.

Kombinasi dua peristiwa ini bukan sekadar kebetulan. Ia adalah simbol nyata betapa negara lebih melindungi elit daripada rakyat. DPR menambah kenyamanan hidupnya, sementara rakyat pekerja—ojol, buruh, pedagang—dibiarkan berjuang sendiri, bahkan sering jadi korban.

Sejarah sudah memberi pelajaran pahit tahun 1998: ketika rakyat lapar dan muak, suara mereka akan mengguncang kursi kekuasaan. Jika elit politik hari ini masih buta dan tuli, jangan kaget bila teriakan jalanan kembali menjadi pengadilan rakyat yang sebenarnya.

Sejarah sudah memberi pelajaran pahit tahun 1998: ketika rakyat lapar dan muak, suara mereka akan mengguncang kursi kekuasaan. Jika elit politik hari ini masih buta dan tuli, jangan kaget bila teriakan jalanan kembali menjadi pengadilan rakyat yang sebenarnya.

Yang paling berbahaya bagi negara bukanlah oposisi atau kritik, melainkan ketidakpercayaan rakyat. Dan hari ini, rasa percaya itu sudah hampir habis. DPR boleh menambah tunjangan, pejabat boleh menutup telinga, tapi mereka lupa: kesabaran rakyat ada batasnya.

Jika keserakahan elit dan ketidakadilan hukum terus dipelihara, maka yang lahir bukan lagi sekadar protes, melainkan gelombang perlawanan. Pertanyaannya bukan lagi “apakah 1998 akan terulang?”, tetapi “kapan rakyat benar-benar turun tangan untuk menagih harga keadilan”.

 

 

 

Penulis : Nirwana

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *